Selasa, 19 Mei 2020

Pesantren ramadhan (pertemuan 3 untuk kelas 8e-g & 9a-h)

| |


Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh

materi ini untuk siswa kelas VIII E-G dan kelas IX A-H.





MENJAGA NILAI PUASA

Asrian Hendi Caya
Peneliti PUSIBAN – Pusat Studi dan Informasi Pembangunan

Kewajiban puasa bagi orang beriman agar puasanya tidak sekadar menahan lapar dan haus.  Artinya, puasa harus berdampak pada jiwa dan kepribadian serta mendapat ampunan dan pahala. Dengan demikian, orang beriman mengusahakan agar puasa dijalankan dengan sebaik-baiknya mulai dari rukun dan syarat bahkan maknanya.
Rasulullah SAW mengingatkan bahwa banyak yang sia-sia puasanya. “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga” (HR. Ath Thabrani). Dalam riwayat lain: “Betapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapatkan apa-apa baginya kecuali rasa lapar” (HR. An-Nasai dan Ibnu Majah). Tentunya kita bertekad untuk tidak menyia-nyiakan puasa. Disinilah pentingnya makna beriman bagi orang yang puasa. Bukan sekadar mampu dan punya kesempatan berpuasa.
Sebelum puasa ada baiknya kita merenungkan peringatan Nabi Muhammad SAW menyangkut bagaimana sebaiknya sikap orang berpuasa agar tidak sia-sia. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan” (HR. Bukhari no. 1903).
Menjaga perkataan menjadi penting dalam berpuasa. Rasulullah SAW kembali menegaskan bahwa : Puasa adalah perisai, maka barang siapa sedang berpuasa janganlah berkata keji dan mengumpat, jika seseorang mencela atau mengajaknya bertengkar hendaklah dia mengatakan: aku sedang berpuasa (Muttafaq ’alaih). Dalam riwayat yang lain: Puasa adalah perisai selama seorang yang berpuasa tidak merusaknya, "Dengan apa seseorang merusak puasanya?" Dia menjawab, dengan kebohongan atau ghibah (HR. Thabrani).
Semua pesan Nabi Muhammad SAW bermuara pada perkataan. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa” (HR. Ibnu Majah dan Hakim). Menurut Muhammad Abduh Tuasikal (rumaysho,com), dalam Fathul Bari (3/346), Al Akhfasy mengatakan, “Lagwu adalah perkataan sia-sia dan semisalnya yang tidak berfaedah.” dan Fathul Bari (5/157), Ibnu Hajar mengatakan, “Istilah Rofats digunakan dalam pengertian ‘kiasan untuk hubungan badan’ dan semua perkataan keji.”
Bila menahan makan minum dan syahwat dijadikan dasar membatalkan puasa maka berbicara yang tidak perlu atau bahkan menyakitkan orang lain memberikan makna puasa sehingga tidak sia-sia. Puasa bisa sah secara syariat tapi bisa sia-sia secara makna. Karena itu, kita harus menjaga keabsahan puasa dengan tidak melalukan hal yang membatalkan tapi juga menjaga adab puasa agar tidak sia-sia. Mungkin kita kuat dan sudah terbiasa menjaga hal yang dapat membatalkan puasa, tapi mari kita instrospeksi apakah kita sudah mampu menjaga agar puasa tidak-sia-sia secara maknawi.
Sebagaimana maknanya, puasa adalah mencegah, menahan, mengendalikan semua perbuatan yang sia-sia, membicarakan dan merugikan orang lain, dusta. Karena itu, puasa diserukan kepada orang beriman, yaitu orang yang sudah menerima Allah dan Rasul-Nya sepenuh hati. Puasa yang tidak sekadar lahiriah memang berat, karena itu, Allah langsung yang akan membalasnya. “Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi” (HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151).
Semoga kita bisa menjaga puasa yang dijalankan sesuai dengan syarat dan rukunnya serta adabnya, yaitu puasa yang imanan wahtisaban serta menjadikan bertaqwa…






12 komentar:

adzrooshoofiya mengatakan...

Adzroo shoofiya M. 9D

Amarfaisal mengatakan...

Ammar Faishal 9D

Mrsyrzsftr mengatakan...

Marsya Reiza Safitri 9A

Dewinta Fortuna Augustin mengatakan...

Dewinta Fortuna Augustin 8F

Vanza atha zufaro mengatakan...

Vanza Atha Zufaro 9A

Suci ramadhani mengatakan...

Suci Ramadhani 8G

Dimas mengatakan...

Dimas anugrah 9c

2313032026.blogspot.com | Adinda Salsabila Rizki Oktavia | PPKN 23 mengatakan...

Adinda salsabila 9c

2313032026.blogspot.com | Adinda Salsabila Rizki Oktavia | PPKN 23 mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Dita mengatakan...

Dhita Octarina 9C

Zyta Lauta Allura mengatakan...

Dimas Adjie W 8f

AFFAN R mengatakan...

Affan fazle m. 8G

Posting Komentar

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Materi Ajar 14 November 2024

 

Designed by: Compartidísimo
Images by: DeliciousScraps©